Dilematisasi Penggunaan Jalur Pedestrian Bagi Para Pejalan Kaki Antara Nyaman atau Tidak: Studi Kasus di Sepanjang Jalan Urip Sumoharjo Yogyakarta

Herman Yosef P M
6 min readDec 19, 2022

--

oleh Herman Yosef Pranidhana Mukti

Sumber: Pemko Medan

Public Space bagi Pedestrian/Pejalan Kaki

Istilah public space berkaitan dengan ruang luar yang mencakup lapangan, jalan, jalur pedestrian, dan taman terbuka, yang mana digunakan untuk aktivitas keseharian masyarakat perkotaan. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas berjalan-jalan, menyebrang jalan, berolahraga, duduk santai, maupun sebagai tempat berdagang. Dalam tulisan Ashadi, Houtrina, dan Setiawan (2012) public space bagi pedestrian dipergunakan untuk bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain maupun dari satu tempat ke tempat terbuka yang ada ataupun sebaliknya. Di era modern saat ini dalam tata ruang kota, jalur pedestrian merupakan elemen penting dalam perancangan kota. Salah satunya adalah prasarana dan sarana pedestrian. Sejatinya elemen tersebut telah terakomodir dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2014 pasal 4 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, tercantum bahwa:

Fungsi dan manfaat prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a yaitu untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menjamin aspek keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki.”

Secara fundamental, keselamatan dan kenyamanan bagi pedestrian merupakan nilai vital yang harus dipenuhi dalam penataan ruang jalur pedestrian yang layak terlebih bagaimana jalur pedestrian yang mudah dijangkau bagi kelompok masyarakat, termasuk warga lanjut usia, penyandang cacat, dan anak-anak. Namun, penataan ruang kota yang keliru jelas akan mengalami kesulitan dalam mengembalikan kondisi semula, sebab berdampak pada struktur ruang kota atau kawasan tertentu karena kita ketahui pembangunan kota pada dasarnya bertumpu dan beriorientasi diseputar kepentingan kesejahteraan dan kebutuhan masyarakat kota. Kendati demikian, penataan area pedestrian menjadi isu utama dalam pembahasan ini.

Gambaran Jalur Pedestrian di Jalan Urip Sumoharjo Yogyakarta

Jalur pedestrian yang menjadi objek pengamatan adalah Sepanjang Jalan Urip Sumoharjo, Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Kawasan di sepanjang Jalan Urip Sumoharjo merupakan salah satu kawasan perdagangan di Kota Yogyakarta yang ramai dikunjungi masyarakat. Di kawasan tersebut terdapat banyak bangunan atau kios dengan beragam fungsi dan aktivitas, seperti perdagangan, perkantoran, jasa, dan pendidikan. Namun, seperti yang kita ketahui aktivitas yang paling mendominasi di kawasan ini adalah aktivitas dagang. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya bangunan komersil seperti Super Indo, Gardena, Margaria, Mixue, Canada, dst. Selain bangunan komersil, pedagang kaki lima (PKL) pun turut meramaikan berjualan di sepanjang koridor Jalan Urip Sumoharjo.

Sejatinya Jalan Urip Sumoharjo merupakan jalan satu arah yang terbagi atas empat lajur dengan panjang 937 m dan lebar 15 m (Susanto, Siahaan, Setiadji, & Supriyono, 2014). Realitanya dari empat lajur yang ada, hanya dua lajur yang dapat digunakan. Sebab dua lajur lainnya digunakan sebagai area parkir kendaraan sehingga area parkir yang tersedia banyak dapat menampung kendaraan para pengunjung dalam jumlah yang banyak. Kedua lajur inipun dipergunakan secara berbeda, dimana di lajur sebelah kanan digunakan sebagai area parkir mobil sedangkan lajur sebelah kiri digunakan sebagai area parkir sepeda motor. Oleh karena itu, jalur pedestrian di sepanjang Jalan Urip Sumoharjo diakomodiasi oleh para pelaku kegiatan seperti PKL, pengelola toko, pegawai toko, tukang parkir, dan pedestrian (pejalan kaki). Aktivitas masing-masing aktor sejatinya berlangsung dalam waktu dan setting yang relatif bersamaan.

Penggunaan Jalur Pedestrian yang Problematis

Fenomena jalur pedestrian di Kota Yogyakarta sejatinya mengalami perubahan fungsi pemanfaatan ruang yang beralih menjadi multi fungsi sehingga berpotensi terjadi konflik kepentingan yang tumpang tindih. Jalan Urip Sumuharjo Yogyakarta yang dikenal sebagai kawasan komersial shopping street memiliki tiga permasalahan yang perlu disoroti terkait pemanfaatan ruang jalur pedestrian, antara lain: pertama, terbatasnya ruang bagi pedestrian untuk berjalan kaki akibat PKL yang berjualan tepat di atas jalur pedestrian (trotoar); kedua, melebarnya area parkir yang menghalangi ruang pedestrian dan kendaraan yang melaju; dan ketiga, kurangnya penyediaan fasilitas untuk membantu pedestrian menyebrangi jalan.

Visualisasi Area Pedestrian Jln. Urip Sumoharjo ( Nabila, A. P., & Zakiah, A. (2021) )

Pertama, penataan ruang Jalan Urip Sumoharjo saat ini dapat dikatakan sangat ironis. Pasalnya, lebar trotoar pada kedua sisi jalan sebatas 2,5 m saja separuhnya digunakan untuk tempat berjualan bagi pedagang kaki lima (PKL). Kondisi tersebut menyebabkan pedestrian yang melintas harus berdesakan ketika melalui trotoar tersebut. Terlebih ketika ada pembeli yang sedang mengantre, desak-desakan pun hampir tidak terkendali sehingga ada yang berjalan keluar area jalur pedestrian (pinggir jalan) itupun area yang digunakan sebagai kawasan parkir. Persoalan tersebut menandai bagaimana penggunaan jalur pedestrian/trotoar harus diperhatikan mengingat keselamatan dan kenyamanan pedestrian menjadi prioritas terciptanya tata ruang yang baik dan efektif. Senada dengan pemikiran ini, dalam tulisan Utterman (1984) mengelaborasi bagaimana penggunaan trotoar memerlukan beberapa aspek pertimbangan, yang terdiri dari: 1) keseimbangan timbal balik dengan pedestrian, 2) ruang keamanan yang memadai bagi pejalan kaki, 3) fasilitas yang menawarkan pengalaman menyenangkan di sepanjang trotoar, 4) fasilitas umum yang menyatukan dan mendukung trotoar. Salah satu yang menarik adalah bagaimana aspek timbal balik yang balance bagi pedestrian terhadap kondisi trotoar menjadi elemen kunci penataan area pedestrian harus efektif.

Kedua, area parkir sepanjang jalur sisi kanan dan kiri Jalan Urip Sumoharjo yang semakin tidak terkendali. Misalnya, tidak adanya pembatas antara trotoar dan jalan yang menyebabkan sebagian besar mobil memarkirkan mobil hingga ujung mobil menjorok ke ujung trotoar, sehingga jalur pedestrian semakin terasa sempit dan tidak nyaman dilalui oleh pedestrian/pejalan kaki. Terdapat pula beberapa motor yang diparkir di kawasan pedestrian/trotoar sehingga ruang melintas berjalan bagi pedestrian/pejalan kaki semakin terbatas atau sempit. Kondisi yang tidak wajar dan tidak teratur inilah yang menciptakan penampilan area pedestrian menjadi kurang menarik dan nyaman.

Persoalan di atas tentunya berkaitan dengan bagaimana sirkulasi bagi pedestrian diterapkan. Pentingnya penataan sirkulasi bagi pedestrian/pejalan kaki berguna untuk mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan. Seperti pendapat Rubenstein (1992), pola penataan sirkulasi dapat mempengaruhi atau mengkondisikan pejalan kaki untuk melakukan pergerakan atau aktivitas di suatu tempat.

Ketiga, kurangnya fasilitas pendukung di kawasan pedestrian sepanjang jalan seperti fasilitas menyebrang jalan. Jalan Urip Sumoharjo sendiri sebagai jalur satu arah kendaraan sejatinya memberikan kesan bahwasanya ketika pedestrian menyeberangi lajur dari sisi kiri menuju ke kanan atau sebaliknya harus “berhati-hati” melalui sebrang jalan. Sebab, area jalur satu arah biasa dilalui kendaraan yang berkecepatan tinggi terlepas dari Jalan Urip Sumoharjo sebagai kawasan komersil. Walaupun, terdapat dua zebra cross tepat di perempatan lampu merah Galeria Mall dan penghubung jalan di depan Gardena, fasilitas menyeberang jalan dirasa tidak cukup membantu karena biasanya pedestrian/pejalan kaki harus “memakan waktu” untuk menyeberangi jalan tanpa fasilitas zebra cross.

Solusi yang ditawarkan

Berbagai masalah yang ada terkait dengan pejalan kaki menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah jalur atau area pedestrian telah mampu mengakomodasi atau memenuhi kebutuhan dan keresahan pedestrian/pejalan kaki untuk beraktivitas di dalamnya? Apakah kondisi tersebut mempengaruhi perilaku pedestrian/pejalan kaki dalam menggunakan public space? Seperti riset yang dilakukan oleh Nabila dan Zakiah (2021) menawarkan strategi kawasan pedestrian versi Oklahoma City, USA untuk diterapkan di Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta. Dalam artikel yang ditulis oleh Jay Walljasper (2016) ini kawasan pedestrian di Oklahoma menerapkan area parkir mobil secara parallel pada satu sisi jalan, pola parkir ini dirasa menguntungkan karena tidak memakan banyak lebar jalan sehingga tidak menganggu lalu lintas dan jalur pedestrian. Selain itu, area pedestrian versi Stroget, Copenhagen (2012) ada baiknya diterapkan terlebih bagaimana pelebaran trotoar sebagai jalur pedestrian dapat dilakukan sehingga space pejalan kaki ketika melintasi area atau berjalan tidak terkesan berdempet-dempetan.

Kondisi penataan jalur pedestrian Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta sejatinya memerlukan perbaikan yang perlu dilakukan terlebih bagaimana penataan ruang yang efektif diterapkan demi keselamatan dan kenyamanan pedestrian/pejalan kaki. Adapun, penulis menawarkan beberapa solusi untuk menata area pedestrian ini menjadi lebih baik, antara lain: pelebaran dan perbaikan trotoar (menambah 1,5 m), pola parkir mobil yang perlu diubah seperti pola parallel versi Oklahoma di satu sisi jalan, menambah fasilitas pejalan kaki seperti rambu lalu lintas berupa “menyeberang jalan”, relokasi PKL di satu area yang luas atau penempatan PKL yang benar, maupun larangan rambu “parkir” motor di jalur pedestrian/trotoar. Beberapa alternatif tersebut sekiranya mampu menciptakan tata ruang pedestrian yang baik dan nyaman bagi pejalan kaki.

Referensi

Copenhagenize. (2012). Copenhagen’s: Stroget” Turns 50. Retrieved from http://www.copenhagenize.com/: http://www.copenhagenize.com/2009/08/visionary-urban-planning-from-1913.html

Nabila, A. P., & Zakiah, A. (2021). Penataan Pedestrian di Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta Sebagai Kawasan Wisata dan Perdagangan. Sakapari.

Rubenstein, H. M. (1992). . Pedestrian Malls, Streetcapes, and Urban Spaces. John Wiiley and Sons: USA.

Susanto, A., Siahaan, Z. B., Setiadji, B. H., & Supriyono. (2014). ANALISIS KINERJA LALU LINTAS JALAN URIP SUMOHARJO YOGYAKARTA. JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, 3(2), 456–464.

Utterman, R. (1984). Accomodating The Pedestrian.

Walljasper, J. (2016). How America’s “Worst Walking City” Got Back on its Feet. Retrieved from yesmagazine.org: https://www.yesmagazine.org/health-happiness/2016/03/25/how-americas-worst-walking-city-got-back-on-its-feet

--

--